"Pertama, berprasangka baiklah kepada Allah. Yakinlah bahwa seburuk apapun nasib dan musibah yang menimpa, adalah sebuah skenario terbaik rancangan-Nya, Kholiq yang tak pernah menzalimi hamba-Nya. Lakukan tahap ini sepenuh jiwa. Tahap ini dikategorikan sukses jika kita telah merasa ridho terhadap segala keputusan-Nya."
Sahabat yang satu ini terus “menceramahi” saya sambil mengepulkan asap rokok “dua tiga empat” dari mulutnya. Di kantornya yang ber-AC dia tak pernah berhenti merokok. Ketika saya tibapun di asbak sudah terdapat 5 puntung rokok.Mempersilahkan saya duduk, plus membuka jendela kantor demi “menghormati” tamunya yang anti-rokok.
Dia mengambil asbak, membuang isinya ke kantong sampah. Kemudian ia melanjutkan. "Kedua, dan ini tahap terakhir, adalah memasrahkan seluruhnya kepada Allah. Dalam setiap doa, pasrahkanlah seluruh hasilnya kepada Allah. Karena Allah terus-menerus mengurus setiap keperluan makhluk-Nya. Bukanlah urusan kita untuk memikirkan diri kita sendiri. Urusan kita adalah memikirkan Tuhan. Dan urusan Tuhan-lah untuk memikirkan kita."
Selesai berteori, kini saatnya testimoni.
"Saya sudah berkali-kali mempraktikkan teknik ini, dan selalu berhasil. Ketika anak pertama saya divonis lumpuh pasca operasi karena kecelakaan, saya berdoa, dan alhamdulillah ia kembali normal. Dalam karier, kesehatan, dan keluarga, teknik ini selalu berhasil. Sekali lagi selalu berhasil."
Kedua alis saya menyatu mendengar keyakinannya. Dan dia menganggapnya sebagai isyarat ketidakpercayaan. Dia pun kembali berujar berusaha kembali meyakinkan pendengar setianya. “Dulunya sih saya pernah gagal. Tapi bukan karena teknik ini tidak efektif, tapi karena saya gagal memenuhi seluruh prosedurnya. Saya tidak ikhlas dan saya kurang pasrah. Logika masih mendominasi.”
“Tapi seiring waktu berjalan, saya dapat merasakan kualitas ikhlas dan pasrah dalam setiap doa saya. Meskipun ini bersifat personal dan subyektif, tapi begitu kita sekali merasakannya, maka itu akan menjadi sebuah pengalaman spiritual yang luar biasa dan bukan menjadi hal yang sulit untuk mengulangnya”. Akhirnya paparan teman saya inipun terhenti oleh klakson mobil yang sejak tadi kami tunggu. Mobil yang akan mengantar rombongan takziyah, melayat salah seorang jama’ah kami yang ditinggal oleh bapaknya.
Selama di dalam mobil kami bungkam. Saya pun membenak dalam hati. Ikhlas dan pasrah adalah password agar doa kita terkabul. Hanya saja indikator ikhlas dan pasrah masih belum jelas terdefinisikan. Sehingga ketika doa seseorang tidak terkabul, kita masih bisa berdalih bahwa ia kurang ikhlas dan kurang pasrah. Pendeknya, ikhlas dan pasrah bersifat kualitatif.
Namun di abad XXI ini ikhlas dan pasrah telah berevolusi menjadi sesuatu yang bersifat kuantitatif. Prof. Sholeh dapat mengukur keihklasan seseorang secara presisi berdasar kandungan kortisol pada darah seseorang. Erbe Sentanu, mampu mengukur kepasrahan seseorang secara tepat berdasar jenis gelombang yang dipancarkan oleh otak si pasien.
Bukan mustahil, beberapa tahun yang akan datang akan ada ikhlasometer (pengukur ikhlas) dan pasrahometer (pengukur pasrah). Dan ketika ikhlasometer dan pasrahometer menunjukkan nilai yang tinggi. Maka kita punya dokumen hitam di atas putih untuk memaksa Tuhan mengabulkan doa kita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
ITULAH MASALAHNYA TIDAK ADA ALAT PENGUKUR IKLAS DAN PASRAH . SEANDAINYA ALLAH MEMBERI INDERA KESEPULUH YAITU IKLAS DAN PASRAH SEPERTI YANG DIMILIKI MALAIKAT
Posting Komentar